Tuesday, November 29, 2016

Joko Purwadi : Pengabdi Kaum Disabilitas / Part3

  No comments


baca dulu part1 dan part2
Hasil karya disabilitas
Gambar diatas merupakan salah satu hasil karya penyandang disabilitas di Yayasan Penyandang Cacat Mandiri yang di ketuai oleh Joko Purwadi

Dunia memberikan cerita yang berwarna kepada Joko. Saat melakukan dinas di Samarinda, Joko berhasil mendaftar dan meluluskan dirinya sebagai Sarjana Bidang Jurnalistik di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Mahakam. Begitulah kisah pendidikan perguruan tinggi Joko Purwadi. Tentu saja perjuangan nya dulu tidak semudah seperti perjuangan membaca dan membayangkan nya dari tulisan ini.
Sebagai seorang militer, tugas pertama yang di tanggung Joko adalah menjadi perwira Pembina mental. Sudah pasti tugasnya adalah membina mental para prajurit untuk memiliki jiwa korsa dan cinta tanah air. Hal ini sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasai oleh Joko. Karena seorang prajurit tidak cukup hanya dengan memiliki kemampuan fisik yang baik dan jitu menembak musuhnya, harus lah mental yang berani mereka miliki juga. Ia menjalani tugasnya di Samarinda, Ibu Kota Kalimantan Timur.
Kehidupan Joko selama menjadi penggembleng mental prajurit bukan sepenuhnya penuh ketegasan dan kedisiplinan ala militer Indonesia. Disisi lain, setelah ia menjalani dinas selama enam bulan, ia menikahi gadis cantik idaman nya. Gadis yang dikenalnya sedari dulu, sejak ia mengenyam pendidikan di Kampus Kateketik Pradnyawidya Yogyakarta. Dengan penuh ketulusan dan kejujuran Joko mengaku tidak pandai mencari pacar, maka dari itu teman wanita satu kampus sendiri yang bisa ia jadikan kekasih. Dengan sedikit tertawa, mungkin geli akan dirinya sendiri beberapa tahun yang lalu Joko menceritakan hal itu. Rosa Ariwati. Nama wanita yang diceritakan Joko sedari tadi yang juga istri setianya. Wanita Kologendang, Ngawen, Muntilan yang lahir pada 5 Agustus 1962. Yang menjadi ibu dari tiga anak Joko. Mengikat janji suci setia sebaga suami istri pada tanggal 29 Januari 1986. Dengan Muntilan – daerah di utara Kabupaten Magelang - tempat kelahiran sang istri tercinta yang menjadi saksi sumpah setia mereka berdua. Begitu hafal dan fasihnya ia mengingat dan menceritakan pernikahan nya 30 tahun silam.
Hanya sedikit hal yang diceritakan Joko mengenai kisah asmara dan keluarganya. Setelah bernostalgia dengan gelora cinta dirinya sewaktu muda, Joko kembali menjelajahi ingatan nya. Satu per satu ia jumputi kenangan hidup nya. Kembali ia menceritakan tentang pengalaman nya sebagai seorang prajurit. Pada saat bercerita, Joko yang sedang membersihkan manik - manik merah dari kotoran menggunakan cutter itu nampak begitu tenggelam. Tenggelam pada masa lalu, seakan ia sedang berdiri pada waktu yang telah lampau itu. Pandangan matanya begitu dalam hanya untuk seorang yang sedang membersihkan manik – manik. Ia membawa pendengar cerita nya dan juga dirinya sendiri pada tugas nya yang terakhir di Timor Timur.
Ia menegaskan, bahwa tugas dinas terakhirnya di Timor Timur adalah satu yang paling berkesan. Jika dirangkai ulang tanpa bermaksud mengubah pokok pikiran Joko begini ceritanya : pada saat itu ia sedang bertugas di Timor Timur dan bertepatan dengan diadakan nya Referendum, yang mana Timor Timur akan diberikan pilihan lebih besar otonomi dalam Indonesia atau merdeka. Timor Timur adalah daerah yang menjadi rebutan negara negara penjajah. Ialah Belanda, kemudian Portugal setelah berhasil merebut dari Jepang pada saat Perang Dunia II. Sesuai background nya sebagai seorang jurnalis, Joko menampung para wartawan di tempat ia berdinas. Waktu itu keadaan begitu chaos. Hingga membuat sulit nya bagi Joko dan rekan wartawan untuk mendapatkan bahan makanan. Bahkan uang tidak bisa digunakan hanya untuk sekadar membeli nasi. Karena memang pada saat itu tidak ada “warung yang buka”, kenang Joko. Para pejuang itu hanya bisa memakan mi instan dan ikan asin sebagai pengenyang perut mereka. Namun ditengah tengah ketidaknikmatan itu, salah watu wartawan senior Albert Kuhon berhasil membuat Joko mendapat kenangan terindah nya selama menjadi tentara. Albert Kuhon berkata kepada rekan seperjuangan nya sembari menikmati mi instan dengan paduan ikan asin, “ini adalah makanan paling enak yang pernah saya rasakan”. Kalimat sesederhana itu, berhasil menggoreskan kenangan yang mendalam di hati dan ingatan Joko.

No comments :

Post a Comment