Joko Purwadi : Pengabdi Kaum Disabilitas / Part2
Beberapa pekerja (penyandang disabilitas) sedang membuat kerajinan dari kayu di Yayasan Penyandang Cacat Mandiri, yang diketuai oleh Joko Purwadi (Pengabdi Kaum Disabilitas)
Pendidikan Joko Purwadi (Pengabdi Kaum Disabilitas)
Setelah lulus
dari sekolah tinggi filsafat Joko ingin meneruskan pendidikan nya ke jenjang
Sarjana atau S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Mahakam. Dengan harapan gelar
yang sedikit lebih tinggi ketimbang sarjana muda yang sudah ia terima. Namun
pada saat itu cita cita untuk meraih gelar S1 terhalang. Terhalang bukan karena
biaya, bukan karena tidak mendapat restu orang tua; ialah syarat. Syarat, suatu
ketentuan yang harus dipenuhi untuk dapat mengenyam pendidikan yang bisa
memberi gelar S1 : harus memiliki pengalaman kerja selama minimal satu tahun!
Begitu berbedanya dengan saat ini : Siswa
lulusan SMA yang sama sekali belum pernah menyentuh pekerjaan dapat dengan
mudah mendaftarkan diri ke Perguruan Tinggi yang dikehendaki. Tentu saja dengan
modal kepandaian yang di ukur dari perolehan nilai sewaktu duduk di bangku
belakang meja SMA. Ada juga yang melewati jalur tes, lebih dikenal dikalangan
pelajar dengan singkatan kondang “SBMPTN” (Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri). Harus mengisi soal ujian tertentu dan mendapat nilai rata-rata
yang tinggi agar bisa diterima. Dengan nilai rata – rata tinggi, calon
mahasiswa dapat mengalahkan saingan mereka, sesama pelajar SMA untuk memasuki
perguruan tinggi negeri yang didambakan. Dari itu semua tidak ada syarat harus
sudah kerja satu tahun, entah apa alasan dibalik syarat wajib sudah bekerja
selama 12 bulan itu. Tetapi Joko adalah
seorang pemuda yang tidak gampang menyerah. Lakukan. Ia mencari pekerjaan demi
memenuhi syarat sang pintu gerbang perguruan tinggi.
Pepatah bilang, “semakin
tinggi layang - layang terbang, semakin besar angin yang akan menerpa”. Kalimat
orang bijak itu sangat pas dengan keadaan Joko waktu itu. Belum selesai bekerja
satu tahun, Tanah Air Indonesia sudah memanggil nya untuk melakukan wajib
militer. Wajib militer atau seringkali disingkat sebagai
wamil adalah kewajiban bagi seorang warga negara berusia muda terutama pria,
biasanya usia antara 18 - 27 tahun (dibawah usia 50 tahun di Indonesia) untuk
menyandang senjata dan menjadi anggota tentara dan mengikuti pendidikan militer
guna meningkatkan ketangguhan dan kedisiplinan seorang itu sendiri (Wikipedia).
Sebagai warganegara yang baik, Joko tentu saja memenuhi panggilan Ibu Pertiwi. Meskipun
latarbelakang keluarganya bukan militer. Hanya pakdhe atau kakak laki – laki
dari orang tuanya yang seorang militer. Menempuh jenjang pendidikan militer
dari wajib militer angkatan tahun 1984. Setelah berjuang menjalani pendidikan
layaknya prajurit, akhir nya Joko dinyatakan lolos tes. Tidak berhenti di sana, Joko lantas melanjutkan
pendidikan sebagai wamil diangkatan tahun 1984-1985 di Bandung (Sekarang
Magelang).
Bersambung...
DOWNLOAD TULISAN NYA DI SINI
Bersambung...
DOWNLOAD TULISAN NYA DI SINI
No comments :
Post a Comment